Selasa, 03 Desember 2013

BEBERAPA HAL PEMICU PERCERAIAN

Masalah perceraian terjadi terkadang hanya karena hal yang sepele. Akar permasalahan yang sama terjadi pada beberapa perceraian.

Perceraian  dapat dihindari jika pasangan mau berusaha lebih untuk memahami dan memberi.
Adapun Beberapa bibit masalah dalam pernikahan yang dapat dengan mudah memicu perceraian.

1. Berbicara hal buruk tentang pasangan
Penelitian menunjukkan bahwa teman-teman seringkali lebih marah ketika teman mereka disakiti dibandingkan jika mereka mengalami itu sendiri. Batasi pembicaraan tentang suami Anda pada teman-teman Anda.

2. Terlalu sering membahas masalah
Anda berpikir dengan membicarakan masalah kepada suami akan menyelesaikan masalah Anda. Memang, pendapat itu benar. Namun, jangan terlalu sering membahas dan mempedebatkannya. Wanita sering menyimpulkan bahwa suami mereka tidak peduli karena mereka tidak berubah setelah percakapan tertentu. Ini bukan berarti Anda tidak pernah mendiskusikan masalah berdua dengannya. Hanya saja Anda harus belajar keterampilan komunikasi yang efektif dengan pasangan Anda.

3. Anda percaya bahwa kebahagiaan Anda tergantung pada perubahan suami
Penelitian telah menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak meningkat ketika suami Anda berubah menjadi lebih baik. Ini terjadi jika Anda tidak mengubah pandangan Anda. Jika suami berubah, pandangan Anda pun harus berubah menjadi lebih baik. Sebab, seringkali, justru kedua belah pihaklah yang menyebabkan sebuah masalah muncul.

4. Anda hidup paralel
Menjalani hidup yang paralel tidak akan membuat Anda fokus pada satu hal, pada keluarga. Mungkin Anda adalah seorang wanita karir atau wanita yang memiliki segudang kegiatan. Anda akan merasa asing saat berada dalam keluarga. Untuk itu, fokuskan diiri Anda pada satu hal. Namun, bukan berarti ini membatasi Anda berkembang. Menjadi wanita karir sah saja, asal keluarga selalu menjadi prioritas utama. 

5. Berfokus pada yang salah
Perselisihan dalam kehidupan rumah tangga adalah hal yang wajar. Saat berselisih paham,Anda harus mencermati pangkal permasalahannya. Jangan sampai Anda berfokus pada hal. Ini tidak akan menyelesaikan masalah Anda, malah ini akan menambah masalah baru. Jernihkan pikiran Anda untuk menemukan masalah sesungguhnya. Jangan terlalu berpikir negatif dan skeptis.

6. Mengucapkan kata-kata mematikan: "Saya layak ..."
Hilangkan kata-kata ini dalam kosakata Anda. Mengatakan “saya layak” secara inheren mengandung permintaan dan menunjukkan bahwa Anda lebih berharga. Padahal, Anda dan pasangan sama berharganya. Fokuslah untuk mengetahui nilai Anda sendiri. Dapatkan jelas tentang apa yang penting bagi Anda dalam suatu hubungan, dan belajar bagaimana untuk meminta itu.

Perceraian mungkin memang jalan terbaik bagi kedua belah pihak. Namun, jika pasangan bisa menghindari hal-hal yang bisa memicu perceraian, bukanlah itu lebih baik lagi bagi kedua belah pihak dan keluarga tentunya.

THALAK

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu. Penceraian boleh dilakukan dengan cara talak, fasakh dan khuluk atau tebus talak.

Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

HUKUM TALAK : 



Wajib a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami


Haram  a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
Sunnah a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya
Makruh  Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
Harus Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

NIKAH SIRI

Nikah siri dalam presepsi masyarakat dipahami dengan 2 bentuk pernikahan :
 
Pertama,  Nikah tanpa wali yang sah dari pihak wanita. 


Kedua, Nikah di bawah tangan, artinya tanpa adanya pencatatan dari lembaga resmi negara (KUA).

Nikah siri  dengan pemahaman yang pertama, statusnya tidak sah, sebagaimana yang ditegaskan mayoritas ulama. Karena di antara syarat sah nikah adalah adanya wali dari pihak wanita. Di antara dalil yang menegaskan haramnya nikah tanpa wali adalah:

Pertama, hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
Tidak ada nikah (batal), kecuali dengan wali.” (HR. Abu Daud, turmudzi, Ibn Majah, Ad-Darimi, Ibn Abi Syaibah, thabrani, dsb.)

Kedua, hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal.” (HR. Ahmad, Abu daud, dan baihaqi)
Dan masih banyak riwayat lainnya yang senada dengan keterangan di atas, sampai Al-Hafidz Ibn Hajar menyebutkan sekitar 30 sahabat yang meriwayatkan hadis semacam ini.  (At-Talkhis Al-Habir, 3:156).

Kemudian, termasuk kategori nikah tanpa wali adalah pernikahan dengan menggunakan wali yang sejatinya tidak berhak menjadi wali. Beberapa fenomena yang terjadi, banyak di antara wanita yang menggunakan wali kiyai gadungan atau pegawai KUA, bukan atas nama lembaga, tapi murni atas nama pribadi. Sang Kyai dalam waktu hitungan menit, didaulat untuk menjadi wali si wanita, dan dilangsungkanlah pernikahan, sementara pihak wanita masih memiliki wali yang sebenarnya. 

Jika nikah siri dipahami sebagaimana di atas, maka pernikahan ini statusnya batal dan wajib dipisahkan. Kemudian, jika keduanya menghendaki untuk kembali berumah tangga, maka harus melalui proses pernikahan normal, dengan memenuhi semua syarat dan rukun yang ditetapkan syariah.

Selanjutnya, jika yang dimaksud nikah siri adalah nikah di bawah tangan, dalam arti tidak dilaporkan dan dicatat di lembaga resmi yang mengatur pernikahan, yaitu KUA maka status hukumnya sah, selama memenuhi syarat dan rukun nikah. Sehingga nikah siri dengan pemahaman ini tetap mempersyaratkan adanya wali yang sah, saksi, ijab-qabul akad nikah, dan seterusnya.

Hanya saja, pernikahan semacam ini sangat tidak dianjurkan, karena beberapa alasan:
Pertama, pemerintah telah menetapkan aturan agar semua bentuk pernikahan dicatat oleh lembaga resmi, KUA. Sementara kita sebagai kaum muslimin, diperintahkan oleh Allah untuk menaati pemerintah selama aturan itu tidak bertentangan dengan syariat. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul, dan pemimpin kalian.” (QS. An-Nisa: 59). Sementara kita semua paham, pencatatan nikah sama sekali tidak bertentangan dengan aturan Islam atau hukum Allah.

Kedua, adanya pencatatan di KUA akan semakin mengikat kuat kedua belah pihak. Dalam Alquran, Allah menyebut akad nikah dengan perjanjian yang kuat (مِيثَاقًا غَلِيظًا), sebagaimana yang Allah tegaskan di surat An-Nisa: 21.
Nah, surat nikah ditujukan untuk semakin mewujudkan hal ini. Dimana pasangan suami-istri setelah akad nikah akan lebih terikat dengan perjanjian yang bentuknya tertulis. Terlebih kita hidup di zaman yang penuh dengan penipuan dan maraknya kezhaliman. Dengan ikatan semacam ini, masing-masing pasangan akan semakin menunjukkan tanggung jawabnya sebagai suami atau sebagai istri.

Ketiga, pencatatan surat nikah memberi jaminan perlindungan kepada pihak wanita.
Dalam aturan nikah, wewenang cerai ada pada pihak suami. Sementara pihak istri hanya bisa melakukan gugat cerai ke suami atau ke pengadilan. Yang menjadi masalah, terkadang beberapa suami menzhalimi istrinya berlebihan, namun di pihak lain dia sama sekali tidak mau menceraikan istrinya. Dia hanya ingin merusak istrinya. Sementara sang istri tidak mungkin mengajukan gugat cerai ke pengadilan agama, karena secara administrasi tidak memenuhi persyaratan.

Dus, jadilah sang istri terkatung-katung, menunggu belas kasihan dari suami yang tidak bertanggung jawab itu. Beberapa pertanyaan tentang kasus semacam ini telah disampaikan kepada kami. Artinya, itu benar-benar terjadi dan mungkin banyak terjadi.

Anda sebagai wanita atau pihak wali wanita, selayaknya perlu mawas diri. Bisa jadi saat di awal pernikahan Anda sangat menaruh harapan kepada sang suami. Tapi ingat, cinta kasih juga ada batasnya. Sekarang bilang sayang, besok tidak bisa kita pastikan. Karena itu, waspadalah..

Keempat, memudahkan pengurusan administrasi negara yang lain.
Sebagai warga negera yang baik, kita perlu tertib administrasi. Baik KTP, KK, SIM dst. Bagi Anda mungkin semua itu terpenuhi, selama status Anda masih mengikuti orang tua dan bukan KK sendiri. Lalu bagaimana dengan keturunan Anda. Bisa jadi anak Anda akan menjumpai banyak kesulitan, ketika harus mengurus ijazah sekolah, gara-gara tidak memiliki  akta kelahiran. Di saat itulah, seolah-olah anak Anda tidak diakui sebagai warga negara yang sempurna. Dan kami sangat yakin, Anda tidak menginginkan hal ini terjadi pada keluarga Anda. Allahu a’lam. Sumber: konsultasisyariah.com

HUKUM NIKAH

Beberapa Pegertian tentang Hukum Nikah

Hukum Pernikahan Yang Wajib
Menikah itu wjib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.

Imam Al-qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya:

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui."(QS. An-Nur: 32).

Hukum Pernikahan Yang Sunnah
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.

Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.

Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.

Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Nikahilah wanita yang banyak anak, karena Aku berlomba dengan nabi lain pada hari kiamat." (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbam).

Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani." (HR. Al-Baihaqi 7/78).

Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.

Hukum Pernikahan Yang Haram
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.

Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya.Seperti orang yang terkena penyakit menular dimana bila dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.

Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.

Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.

Hukum Pernikahan Yang Makruh
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.

Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.

Hukum Pernikahan Yang Mubah
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah. Sumber: Ebook Fiqih Nikah Oleh H. Ahmad Sarwat, Lc.


Beberapa Hal Mengenai Nikah

RUKUN NIKAH

Syarat calon suami

  • Islam
  • Laki-laki yang tertentu
  • Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
  • Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
  • Bukan dalam ihram haji atau umroh
  • Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
  • Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
  • Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

Syarat bakal istri

  • Islam
  • Perempuan yang tertentu
  • Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
  • Bukan seorang banci
  • Akil Baligh
  • Bukan dalam ihram haji atau umroh
  • Tidak dalam iddah
  • Bukan istri orang

Syarat wali

  • Islam, bukan kafir dan murtad
  • Lelaki dan bukannya perempuan
  • Telah pubertas
  • Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
  • Bukan dalam ihram haji atau umroh
  • Tidak fasik
  • Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
  • Merdeka
  • Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.

Jenis-jenis wali

  • Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
  • Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali
  • Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
  • Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu

Syarat-syarat saksi

  • Sekurang-kurangya dua orang
  • Islam
  • Berakal
  • Telah pubertas
  • Laki-laki
  • Memahami isi lafal ijab dan qobul
  • Dapat mendengar, melihat dan berbicara
  • Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
  • Merdeka

Syarat ijab

  • Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
  • Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
  • Diucapkan oleh wali atau wakilnya
  • Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
  • Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai".

Syarat qobul

  • Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
  • Tidak ada perkataan sindiran
  • Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
  • Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
  • Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
  • Menyebut nama calon istri
  • Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".

Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin
Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

Wakil Wali/ Qadi

Wakil wali/Qadi adalah orang yang dipertanggungjawabkan oleh institusi Masjid atau jabatan/pusat Islam untuk menerima tuntutan para Wali untuk menikahkan/mengahwinkan bakal istri dengan bakal suami.Segala urusan pernikahan,penyediaan aset pernikahan seperti mas kawin,barangan hantaran(hadiah),penyedian tempat pernikahan,jamuan makan kepada para hadirin dan lainnya adalah tanggungjawab pihak suami istri itu. Qadi hanya perlu memastikan aset-aset itu telah disediakan supaya urusan pernikahan berjalan lancar.Disamping tanggungjawabnya menikahi suami istri berjalan dengan sempurna,Qadi perlu menyempurnakan dokumen-dokumen berkaitan pernikahan seperti sertifikat pernikahan dan pengesahan suami istri di pihak tertinggi seperti mentri agama dan administratif negara.Untuk memastikan status resmi suami isteri itu sentiasa sulit dan terpelihara.Qadi selalunya dilantik dari kalangan orang-orang alim(yang mempunyai pengetahuan dalam agama Islam dengan luas) seperti Ustaz,Muallim,Mufti,Sheikh ulIslam dan sebagainya.Qadi juga mesti merupakan seorang laki-laki Islam yang sudah merdeka dan telah pubertas.

Perempuan Yang Haram dinikahi

  • Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi, “Diharamkan kepada kamu menikahi ibumu, anakmu, saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara perempuan bagi saudara perempuan.”:
    • Ibu
    • Nenek dari ibu maupun bapak
    • Anak perempuan & keturunannya
    • Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
    • Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, yaitu semua anak saudara perempuan

  • Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
    • Ibu susuan
    • Nenek dari saudara ibu susuan
    • Saudara perempuan susuan
    • Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
    • Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan
  • Perempuan muhrim bagi laki-laki karena persemendaan ialah:
    • Ibu mertua
    • Ibu tiri
    • Nenek tiri
    • Menantu perempuan
    • Anak tiri perempuan dan keturunannya
    • Adik ipar perempuan dan keturunannya
    • Sepupu dari saudara istri
  • Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya

Hikmah Dari sebuah Pernikahan

  • Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.
  • Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
  • Memelihara kesucian diri
  • Melaksanakan tuntutan syariat
  • Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
  • Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
  • Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
  • Dapat mengeratkan silaturahim